Kesehatan Mental Dalam Pandangan Tasawuf
Oleh: Naan, S.Psi.I., M.Ag
Sumber: https://id.pinterest.com/
Tasawuf adalah akhlak. Ajaran Tasawuf adalah ajaran akhlak. Orang yang bertasawuf dapat dikatakan sebagai orang yang berakhlak. Nabi adalah contoh sempurna orang yang berakhlak. Sebab Beliau diutus sebagai Nabi untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak yang baik, perangai yang baik.
Tasawuf hari ini, tidak mungkin ada bila tidak ada ajaran Islam Nabi Muhammad SAW. yang menjadi sumber utamanya. Sisi esoterik dalam Islam yang menjadi lokus kajian dan amalan ajaran Tasawuf dengan tidak meninggalkan syariat.
Dalam ajaran Islam, tepatnya dalam hadis, Nabi Muhammad men-sabda-kan dua hal yang bisa melenakan manusia, yang pertama adalah kesehatan, sementara yang kedua adalah waktu yang luang (Naan, 2019). Kesehatan merupakan instrument penting bagi manusia, tapi sering diabaikan. Orang yang sehat adalah orang yang memiliki fisik yang baik, pikiran yang baik dan waras (Naan, 2024).
Dalam Tasawuf, orang yang sehat adalah orang yang sadar. Jiwanya dan hatinya sadar. Oleh karenanya Tasawuf dengan institusi tarekatnya selalu mengajarkan riyadhah atau latihan spiritual atau penyucian mental (Naan F. R., 2019). Kesehatan mental dalam perspektif ini adalah kesehatan jiwa. Para salik (istilah untuk orang yang menjadi pengikut tarekat) senantiasa menjalankan perintah seorang mursyid (guru spiritual, pemimpin tarekat) dalam laku hidup sehari-hari. mereka makan, minum dan tidur secukupnya. Semua ritual Ibadah yang diajarkan dalam Islam dijalankan demi meraih kedekatan dengan sang Pencipta, Allah SWT.
Tasawuf mengajarkan kita untuk sadar dalam setiap keadaan. Kesadaran dapat diperoleh dengan memelihara jiwa. Kita mendapat pilihan yang menarik Allah untuk diambil salah satunya, kefasikan atau ketakwaan (Al-Quran). Kefasikan adalah jalan yang tidak Allah sukai, karena ia suka mengingkari perintah Allah. Sementara ketakwaan adalah dampak perilaku baik orang beriman. Orang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Untuk mendapatkan gambaran dari ilham kefasikan dan ketakwaan, kita bisa memahaminya melalui entitas batiniah manusia. Entitas batiniah itu adalah ruh, hati dan jiwa. Tanpa entitas itu, tak mungkin adanya perjuangan untuk meraih ketakwaan, atau terjerembab pada kefasikan.
Orientasi kaum sufi adalah Bersama Tuhan. Untuk mewujudkannya, secara mandiri ataupun bersama-sama, dibangun harapan kedekatan dengan-Nya melalui laku spiritual. Ordo sufi atau zawiyah ataupun tarekat, lahir karena motivasi ini. Orang-orang yang ingin meraih ketakwaan dengan bimbingan intens seorang guru, tarekat adalah tempat yang tepat. guru dalam tradisi tasawuf adalah mursyid, dan orang yang menjadi muridnya disebut sebagai salik.
Dalam menjalankan riyadhahnya (latihan spiritual), seorang salik mendapatkan bimbingan dan arahan intens seorang mursyid (guru spiritual). Perkembangan spiritualnya, dijelaskan dalam bentuk maqamat (tingkatan spiritual). Maqam atau tingkatan spiritual atau stasiun ruhani adalah tempat persinggahan perjalanan ruhan seorang salik. Penentuan maqam ruhani berdasarkan bimbingan mursyid. Tiap tarekat memiliki tingkatan maqam yang berbeda, namum umumnya, tingkatan pertama maqam adalah tobat.
Al-Kalabazy membagi tingkatan maqam diawali dengan tobat, zuhud, sabar, fakir, tawadhu, takwa, tawakkal, ridha, mahabbah dan makrifah. Sementara Abu Nars al-Sarraj al-Tusi menyebutkan tujuh jenis maqam yaitu tobat, wara, zuhud, fakir, tawakkal dan ridha. Imam Al-Ghazali membagi maqam sebanyak delapan tingkatan yakni tobat, sabar, zuhud, tawakal, mahabbah, makrifah dan ridha (Miswar, 2017).
Syeikh Hakim Muinuddin Chyisty memberi pandangan yang berbeda dari tiga tokoh di atas. Ia membagi maqam pada beberapa bagian yang berbeda diantaranya maqam nafs, qalb, ruh, dan wishal (Chyisty, 1999).
Tingkatan spiritual tersebut merupakan cerminan kualitas batiniah seorang salik. Kualitas batin yang baik, sama artinya dengan kesadaran yang baik dan normal. Kesadaran yang normal merepresentasikan mental yang sehat.
Perspektif Tasawuf, kesehatan mental memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda. Tingkatan menunjukkan kualitas kesehatan mental. Semakin tinggi maqam spiritualnya semakin baik kualitas mentalnya.
Baca juga: Mengenal Kesehatan Mental
Sumber:
Al-Quran. (n.d.). QS. Asy-Syams (91) : 7-10. Kementerian Agama.
Chyisty, H. M. (1999). Penyembuhan Cara Sufi. Jakarta: Lentera.
Miswar. (2017). Maqamat (Tahapan Yang Harus Ditempuh Dalam Proses Bertasawuf). ANSIRU.
Naan. (2024, Juli). dosenqta. Retrieved from dosenqta: https://dosenqta.com/index.php/2024/07/21/mengenal-kesehatan-mental/
Naan, F. R. (2019). Kontribusi Sufisme di Bidang Kesehatan Jiwa Dalam Menghadapi Covid-19. LP2M UIN Bandung.